Bandung, adajabar.com – Jawa Barat telah mengalami pertumbuhan kawasan permukiman hampir sebesar 110%, hal ini dipicu oleh pesatnya pertumbuhan penduduk.
Perubahan dalam tata guna lahan memiliki potensi dampak serius terhadap lahan kritis di Jawa Barat, yang saat ini mencapai sekitar 900 ribu hektare. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, melalui Dinas Kehutanan, perlu meningkatkan perannya dalam manajemen dan pengelolaan sumber daya kehutanan agar lebih efektif, efisien, dan optimal.
Sebenarnya, Dinas Kehutanan Jawa Barat memiliki potensi besar untuk memanfaatkan sumber daya hutan dengan maksimal dan mendukung pembangunan berkelanjutan dengan menjaga keseimbangan lingkungan. Namun, perlu diperbarui pendekatan kontrol dan pemantauan yang saat ini cenderung konvensional dengan memanfaatkan teknologi.
Menurut Anggota Komisi 4 DPRD Jawa Barat, H. Kasan Basari, untuk mencapai tata ruang wilayah Jawa Barat yang lebih baik, efisien, dan berkelanjutan, prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan harus menjadi perhatian utama.
“Ketika kita berbicara tentang penggunaan tata ruang wilayah, prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan harus tetap menjadi fokus. Pembangunan perlu direvitalisasi untuk mengoptimalkan penggunaan ruang dan memastikan keberlanjutan pembangunan itu sendiri,” ujar Kasan Basari saat di wawancarai,
Provinsi Jawa Barat telah mengambil langkah sebagai Green Province melalui peraturan daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Salah satu langkah konkret yang diambil adalah menetapkan 45% wilayah sebagai kawasan lindung.
Namun, dari target 45% tersebut, baru sekitar 27,5% yang berhasil tercapai, sementara 17,5% sisanya masih harus dicapai. Kabupaten Kuningan, sebagai bagian dari upaya mencapai target tersebut, telah menetapkan diri sebagai kabupaten konservasi.
Pengendalian dalam penggunaan tata guna lahan juga harus diperketat, untuk menghindari penggunaan lahan yang sembrono. Pengawasan atas tata guna lahan ini harus dilakukan secara ketat demi menjaga keberlanjutan lingkungan.
“Dalam konsep Green Province, tidak hanya tentang menetapkan 45% kawasan lindung, tapi juga mengedepankan prinsip bahwa setiap aktivitas harus dilakukan dengan memperhatikan keberlanjutan lingkungan,” jelas Kasan Basari.
Kebijakan Green Province juga menitikberatkan pada penggunaan bioenergi, alokasi ruang untuk mendukung ketahanan pangan, dan pengembangan lahan pertanian berkelanjutan.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga sedang merancang Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis, di mana sekitar 70% anggaran akan dialokasikan untuk memulihkan wilayah DAS prioritas di Jawa Barat.
“Kebijakan dan strategi dalam RTRW Provinsi Jawa Barat harus sejalan dengan semangat Green Province yang telah ditetapkan,” tambahnya.
Namun, mekanisme insentif dan disinsentif perlu dievaluasi ulang terkait dengan kebijakan menetapkan 45% wilayah sebagai kawasan lindung di Provinsi Jawa Barat. Insentif dapat diberikan kepada wilayah yang lebih banyak mengalokasikan lahan sebagai kawasan lindung daripada untuk budidaya.
Tetapi, meskipun begitu, tekanan dari populasi penduduk Jawa Barat yang mendekati 50 juta jiwa akan terus mendorong perubahan dalam tata guna lahan. Oleh karena itu, penting untuk menjaga agar tatanan hutan tetap terjaga dan tidak mengalami perubahan yang merugikan. Diperlukan pengendalian yang lebih ketat dalam penggunaan lahan untuk memastikan lingkungan tetap terlindungi.
“Ini adalah langkah awal yang krusial dalam mengendalikan perubahan dalam tata guna lahan. Pengawasan yang maksimal adalah kunci,” tandasnya.***