Jakarta, adajabar.com – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah menunjukkan tren positif, di tengah kritik terhadap gaya komunikasinya yang dinilai terlalu “blak-blakan”.
Pernyataan tersebut disampaikan Purbaya menanggapi sejumlah komentar publik dan pengamat yang menilai sikapnya terlalu lugas dalam menyampaikan kondisi ekonomi nasional. Namun, ia menilai gaya komunikasinya justru mencerminkan transparansi pemerintah dalam menyampaikan fakta ekonomi apa adanya.
“Saya selalu percaya, publik lebih menghargai kejujuran dan keterbukaan data. Kita tidak bisa membangun kepercayaan jika komunikasi pemerintah terkesan ditutup-tutupi,” ujar Purbaya di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Indeks Kepercayaan Publik Naik Signifikan
Berdasarkan laporan terbaru dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Indeks Kepercayaan Konsumen kepada Pemerintah (IKKP) tercatat naik tajam dari 117,3 pada September 2025 menjadi 130,6 pada Oktober 2025.
Kenaikan ini menunjukkan optimisme masyarakat terhadap kebijakan fiskal dan stabilitas ekonomi nasional.
Kepala Eksekutif LPS Bidang Riset, dalam laporannya, menjelaskan bahwa peningkatan IKKP didorong oleh kinerja positif sektor keuangan, turunnya inflasi, serta kebijakan fiskal yang dianggap lebih adaptif terhadap gejolak global.
“Data ini mengindikasikan publik semakin percaya terhadap kemampuan pemerintah menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi daya beli masyarakat,” tulis laporan tersebut.
Kritik terhadap Gaya Komunikasi
Meski demikian, gaya komunikasi Purbaya tak lepas dari sorotan. Beberapa pengamat menilai pernyataannya di ruang publik kerap terkesan terlalu jujur dan kurang diplomatis.
Konsultan politik Hasan Nasbi, dalam video yang diunggah ke kanal YouTube pribadinya, menyebut gaya Purbaya yang “ceplas-ceplos” bisa memunculkan kesan bahwa pemerintah tidak kompak dalam menyampaikan pesan ekonomi.
“Publik bisa menilai pemerintah tidak solid ketika pejabat tinggi berbicara terlalu spontan. Di era komunikasi digital, setiap kalimat bisa diartikan berbeda oleh masyarakat,” ujar Hasan dalam videonya yang telah ditonton ribuan kali.
Antara Keterbukaan dan Persepsi Publik
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia, Rina Kurnia, menilai fenomena ini sebagai dilema klasik antara transparansi dan persepsi publik. Menurutnya, pejabat publik memang dituntut terbuka, namun tetap perlu memperhitungkan dampak sosial dan politik dari setiap pernyataannya.
“Dalam konteks ekonomi, gaya komunikasi yang terlalu blak-blakan bisa menimbulkan spekulasi pasar. Namun di sisi lain, kejujuran juga memperkuat kredibilitas pejabat tersebut,” jelasnya.
Rina menambahkan, meningkatnya kepercayaan publik sebagaimana ditunjukkan oleh data LPS, bisa menjadi indikasi bahwa masyarakat kini lebih menghargai keterbukaan informasi ekonomi, ketimbang narasi optimistis yang tidak disertai data konkret.
Kepercayaan Publik Jadi Modal Ekonomi
Purbaya menegaskan, menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan ekonomi nasional menjadi modal penting dalam menjaga stabilitas fiskal. Ia menilai, komunikasi yang jujur dan berbasis data harus menjadi bagian dari budaya birokrasi ke depan.
“Selama data kita kuat dan kebijakan diarahkan untuk kepentingan rakyat, saya tidak khawatir dianggap terlalu terus terang,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan akan terus memperkuat komunikasi publik berbasis data dan literasi ekonomi agar masyarakat dapat memahami arah kebijakan fiskal pemerintah secara utuh.
Dengan tren peningkatan indeks kepercayaan dan dorongan transparansi, pemerintah berharap stabilitas ekonomi domestik tetap terjaga di tengah ketidakpastian global yang masih membayangi hingga akhir 2025.











