Mewujudkan Kesetaraan, Transformasi Pendidikan Guru Penggerak

Ilustrasi. (ist)

Majalengka, adajabar.com – Berdasarkan hasil rapat permusyawaratan Mahkamah Agung (MA) pada tanggal 28 November 2023, pasal 6 huruf d dari Permendikbudristek Nomor 26 tahun 2022 tentang Pendidikan Guru Penggerak telah dicabut. Pasal tersebut mengatur bahwa calon peserta pendidikan guru Penggerak harus memiliki masa sisa mengajar tidak kurang dari 10 tahun, yang secara langsung membatasi partisipasi guru yang berusia lebih dari 50 tahun.

MA menyimpulkan bahwa regulasi tersebut bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, termasuk UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Keputusan MA ini disambut gembira oleh para guru yang berusia lebih dari 50 tahun karena memungkinkan mereka untuk tetap mengikuti pendidikan guru Penggerak.

Sebagai flashback, pada 3 Juli 2020, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim resmi meluncurkan program Merdeka Belajar V bertajuk “Guru Penggerak”. Guru Penggerak merupakan program pelatihan, identifikasi, pembibitan yang diperuntukkan bagi calon pemimpin pendidikan di masa depan. Menurut Nadiem, program Guru Penggerak akan melatih para guru menjadi calon kepala sekolah, pengawas sekolah, hingga pelatihan para guru. Nadiem berharap terjadi transformasi budaya pembelajaran di sekolah melalui program tersebut.

Penetapan batas usia maksimal 50 tahun bagi calon peserta pendidikan Guru Penggerak oleh Mendikbudristek pada saat itu tentu memiliki alasan yang considerable. Dalam Lampiran 1 Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah bagian Kualifikasi angka 1 huruf d dinyatakan bahwa pengawas sekolah/madrasah setinggi-tinginya beruasia 50 tahun. Keputusan tersebut kemudian diubah oleh Permen PANRB Nomor 13 Tahun 2019 tentang Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil Bagian Ketiga Pasal 21 butir (1) huruf i menjadi 53 tahun untuk batas usia maksimal pengawas ahli pertama dan muda, 55 tahun untuk ahli madya, dan 60 tahun untuk ahli utama.

Dengan usia mendaftar maksimal 50 yang diikuti pendidikan Guru Penggerak Angkatan 1 selama sembilan bulan dan uji kompetensi pengawas sekolah, diharapkan guru memiliki waktu yang leluasa untuk mengimplementasikan hasil pembelajaran di satuan pendidikan masing-masing sehingga lebih siap dan kompeten saat melaksanakan tugas kepengawasan. Yaitu, membersamai kepala sekolah dalam peningkatan kapasitas dan mutu layanan satuan pendidikan untuk menyelenggarakan pembealajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered learning) dengan menggunakan strategi dan metode yang relevan.

Di samping itu, bagi guru penggerak yang berminat menjadi kepala sekolah akan mempuyai cukup waktu untuk memiliki pengalaman manajerial. Mengingat, sesuai Permendikbud Nomor 06 Tahun 2018 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah bab II pasal 2 memiliki pengalaman manajerial dengan tugas yang relevan dengan fungsi sekolah paling singkat 2 (dua) tahun serta berusia paling tinggi 56 tahun.

Keputusan MA tentang pencabutan batasan usia maksimal untuk mengikuti pendidikan guru penggerak tentunya memiliki nilai strategis. Bukan hanya sebagai bentuk justifikasi lembaga yudikatif MA terhadap pendidikan guru penggerak, tetapi juga menjadi revisi/refleksi sehingga di masa mendatang akan lebih baik serta berkeadilan.

Guru potensial yang berusia di atas 50 tahun berkesempatan mendapatkan pendidikan kepemimpinan (instructional leadership) dan pengajaran bermakna yang berpihak kepada murid melalui pendidikan guru penggerak demi terwujudnya profil pelajar Pancasila. (hms)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *