Seorang Anak Kecanduan Bau Bensin, Dinkes Lakukan Pemeriksaan dan Sarankan Pengobatan

Dinas Kesehatan (Dinkes) Purwakarta saat memeriksa kondisi IG (12), anak yang kecanduan bensin selama tiga tahun, Kamis (27/7/2023). (ist)

Kabupaten Purwakarta, adajabar.com – Seorang anak asal Desa Ciwareng, Kecamatan Babakancikao, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, kecanduan menghirup aroma bensin setiap hari.

Hal hal tersebut bermula saat masih duduk sekolah dasar kelas tiga.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Purwakarta pada hari ini, Kamis (27/7/2023) siang, melakukan kunjungan bersama pihak puskesmas setempat dan perangkat desa untuk memeriksa kondisi anak yang telah tiga tahun kecanduan aroma bensin itu.

Kabid Pelayanan Kesehatan Dinkes Purwakarta, Yandi Nuhadian menyebutkan bahwa anak tersebut telah menjalani pengobatan ke puskesmas atau ke RSUD Bayu Asih.

“Termasuk puskesmas juga sudah menyarankan pasien ini untuk berobat ke spesialis anak atau spesialis kejiwaan. Jadi tinggal diberikan motivasi oleh keluarga dan kami juga agar sang anak bisa terus menjalani pengobatan,” kata Yandi kepada wartawan, Kamis (27/7/2023).

Dirinya mengatakan bahwa anak tersebut sudah tak perlu khawatir atas biaya pengobatan. Pasalnya, anak tersebut telah memiliki BPJS yang sudah diurus oleh perangkat desa.

Dirinya meminta kepada orangtua ataupun kerabat sekitar agar anak tersebut diberikan motivasi untuk mengikuti pengobatan secara berkelanjutan.

“Yang susah itu kan tidak selesainya pengobatan. Anak ini akan melanjutkan pengobatan ke spesialis anak dan kejiwaan di RSUD Bayu Asih, kemungkinan yang masih berjalan belum maksimal. Mungkin nanti kami akan memotivasi keluarga juga agar pengobatannya bisa dilanjutkan atau dituntaskan,” kata Yandi.

Dirinya menyebutkan bahwa anak tersebut harus diperiksa ke spesialis anak untuk mengetahui tumbuh kembangnya.

Selain itu, ia mengatakan anak tersebut harus mendatangi spesialis kejiwaan untuk menentukan penyebab anak ini bisa terbiasa menghirup bau bensin yang mengandung zat adiktif.

“Jadi ini perlu penanganan khusus untuk berobat ke spesialis anak dan kejiwaan. Nanti yang menentukan anak perlu direhabilitasi adalah dokter spesialis kejiwaan yang menentukan,” ujarnya.

Adapun untuk kondisi anak tersebut saat ini, ia mengatakan bahwa anak tersebut masih dalam kondisi yang wajar dan tidak perlu menjalani rehabilitasi.

“Berdasarkan pengamatan saya, anak tersebut ini masih bisa mengontrol emosionalnya. Komunikasi bersama orangtua pun lancar, masih giat menjalani salat lima waktu juga. Jadi tinggal menjalani pengobatan seperti biasa saja,” ujarnya. (dbs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *