Bandung, Adajabar – Regulasi tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006, sejatinya menganut asas kewarganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ini. Namun pada akhirnya, status kewarganegaraan ganda terbatas bagi anak akan berakhir ketika anak tersebut telah menginjak umur 18 tahun. Anak harus memilih salah satu kewarganegaraan. Jika tidak, maka akan diperlakukan sebagai “orang asing”.
Direktur Tata Negara Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Baroto mengatakan jika keluarga atau pun kerabat kita ada yang memiliki anak berkewarganegaraan ganda, kita harus peduli terhadap persoalan dan regulasi kewarganegaraannya.
“Jadi tidak ada istilah tidak tahu, dan lain sebagainya,” kata Baroto di Bandung. “Kemudian Anda juga peduli membantu kami menyampaikan, menginformasikan kepada kawan-kawan yang pada posisi yang sama (berkewarganegaraan ganda). Ikuti regulasi yang ada, sesuai dengan waktu, sesuai dengan ketentuan,” lanjutnya, Selasa (06/12/2022) siang.
Dalam UU Nomor 12 Tahun 2006, kata Baroto dalam keynote speech-nya pada kegiatan Workshop Layanan Kewarganegaraan dengan tema ‘Strategi Penguatan Implementasi Regulasi Kewarganegaraan Dalam Mewujudkan Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Anak Berkewarganegaraan Ganda’, kalau anak tidak memilih salah satu kewarganegaraan, maka akan diperlakukan sebagai “orang asing”.
“Kalau orang yang tidak melakukan pilihan, akan menjadi asing. Itulah yang kemudian salah satunya melalui momen ini selalu kami sampaikan, jangan sampai terjadi itu. Karena jangan sampai tidak tahu, orang di Indonesia kemudian menjadi asing,” ujarnya.
Baroto mengatakan yang merupakan asas kewarganegaraan ganda terbatas di antaranya adalah anak-anak hasil perkawinan campur yang memiliki orangtua dengan status kewarganegaraan berbeda, dan salah satunya adalah Warga Negara Indonesia (WNI). Asas tersebut merupakan pengecualian dalam rangka perlindungan terhadap anak.
“Penerapan prinsip kewarganegaraan tunggal tetap merupakan prinisip yang lebih dominan dibandingkan dengan prinsip kewargangaraan ganda terbatas,” tutupnya. (hms/Tedy)